nadia
Lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan di mana di dalamnya terdapat berbagai macam kehidupan yang saling ketergantungan. Lingkungan hidup juga merupakan penunjang yang sangat penting bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup yang ada. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
Di indonesia pembangunan nasional disusun atas dasar pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Keduanya dilaksanakan secara sambung menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumberdaya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada segenap masyarakat, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu, dengan demikian pola pemanfaatan sumberdaya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat, serta memikirkan dampak–dampak yang timbul akibat pemanfaatan sumber daya alam tersebut.
Seringkali pembangunan suatu usaha dibuat dalam porsi ruang lingkup yang sangat luas tetapi disusun kurang cermat. Seluruh program mungkin saja dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada umumnya akan lebih baik bila proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih kecil yang layak ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan.
Oleh karena itu lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani di karenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan lingkungan hidup seperti kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai daerah.
Untuk itu di perlukan suatu pemahaman yang cukup dalam menganalisis mengenai dampak tehadap lingkungan. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Agar pembangunan tidak menyebabkan menurunya kemampuan lingkungan yang disebabkan karena sumber daya yang terkuras habis dan terjadinya dampak negatif, maka sejak tahun 1982 telah diciptakan suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. Hal ini kemudian digariskan dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Anlisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Peraturan Pemerintah ini kemudian diganti dan disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 dan terakhir Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Pasar PAL merupakan sebuah pasar tradisional yang berlokasi di sekitar Jl Raya Bogor Mekarsari, Depok. Pasar PAL terdiri dari beberapa kios yang menjual kebutuhan sehari-hari. Mulai dari perlengkapan pangan dan sandang. lokasi pasar yang terletak disekitar pemukiman warga memiliki dampak positif, seperti tersedianya lapangan kerja baru, dan memudahkan warga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun dikarenakan kios yang terdapat di pasar PAL memiliki tata letak yang tidak teratur, sehingga sedikit banyak menimbulkan gangguan lalu lintas bagi pengendara yang melewati jalan raya tersebut.


AMDAL


A.           Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL antara lain adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
1.    Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL).
2.    Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL).
3.    Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL).
4.    Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) .
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.    Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006.
2.    Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002.
3.    Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006.
4.    Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008.

B.            Prosedur AMDAL
Terdapat empat prosedur dalam penyusunan AMDAL. Prosedur AMDAL terdiri dari :
1.    Proses penapisan (screening) wajib AMDAL.
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
2.    Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
3.    Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping).
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki atau menyempurnakan kembali dokumennya.
4.    Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki atau menyempurnakan kembali dokumennya.

C.           Pihak-pihak dalam AMDAL
Pada PP 27/1999 pengertian AMDAL adalah merupakan hasil studi mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Hasil studi ini terdiri dari beberapa dokumen. Atas dasar beberapa dokumen ini kebijakan dipertimbangkan dan diambil. Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha atau kegiatan. Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
1.    Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
2.    Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.
3.    Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

D.           Alasan suatu rencana kegiatan wajib AMDAL
Setiap rencana kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting, wajib dibuat AMDAL Hal ini mengacu pada pasal 3 ayat 1 PP 27 tahun 1999 yaitu ;
1.    Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2.    Eksploitasi SDA baik yang dapat diperbaharui/tidak dapat diperbaharui.
3.    Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan, pemerosotan dalam pemanfaatan SDA, cagar budaya.
4.    Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, jasad renik.
5.    Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.
6.    Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi  lingkungan.
7.    Kegiatan yang mempunyai tinggi dan mempengaruhi pertahanan negara
Meskipun AMDAL secara resmi diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1982, sebagian besar praktisi mengetahui asal muasal sebenarnya untuk beranjak dari Peraturan No. 29/19869 yang menciptakan berbagai elemen penting dari proses AMDAL10. Sepanjang awal era 1990 didirikan suatu badan perlindungan lingkungan pusat (BAPEDAL) terlepas dari Kementerian Negara Lingkungan, dengan mandat meningkatkan pelaksanaan.
AMDAL dan kendali atas polusi, didukung oleh tiga kantor daerah. Kajian dan persetujuan atas berbagai dokumen AMDAL pada saat ini ditangani oleh Komisi Pusat atau Komisi Daerah, sesuai dengan skala proyek dan sumber pendanaan. Lebih dari 4000 AMDAL dikaji sampai dengan 1992 dimana menjadi lebih jelas bahwa berbagai elemen dari proses tersebut terlalu kompleks dan terlalu banyak didasarkan pada AMDAL ‘gaya barat’. Legislasi AMDAL yang baru yang diberlakukan pada tahun 199311 yang memiliki efek pembenahan atas prosedur penapisan, mempersingkat jangka waktu pengkajian, dan memperkenalkan status format EMP yang distandardisasi (UKL/UPL) untuk proyekdengan dampak yang lebih terbatas. Lebih dari 6000 AMDAL nasional dan propinsi diproses berdasarkan peraturan ini termasuk sejumlah kecil AMDAL daerah di bawah suatu komisi pusat yang didirikan di dalam BAPEDAL.    
Dengan diundangkannya Undang-undang Pengelolaan Lingkungan yang baru (No. 23/1997) berbagai reformasi lanjutan atas regulasi AMDAL menjadi perlu. Peraturan 27/199912 diperkenalkan dengan simplifikasi lebih lanjut. Komisi sektoral dibubarkan dan dikonsolidasikan ke dalam suatu komisi pusat tunggal, sementara komisi propinsi diperkuat. Ketentuan yang lebih spesifik dan lengkap atas keterlibatan publik juga diperkenalkan, sebagaimana halnya juga dengan suatu rangkaian arahan teknis pendukung. Namun demikian PP 27/1999 ternyata tidak tepat waktu, gagal untuk secara memadai merefleksikan berbagai perubahan politis yang pada saat itu lebih luas yang akhirnya mengarah kepada desentralisasi politik dan administratif. AnalisisMengenai Dampak Lingkungan, yang sering di singkat dengan AMDAL, lahir dengan di undangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, National Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini menyatakan, semua usulan legislasi dan aktifitas pemerintah federal yang besar di perkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktifitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah industri dan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam. Misalnya, sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke +  fog), yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat lain lagi.
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) adalah instrumen yang sifatnya formal dan wajib (control and command) yang merupakan kajian bagi pembangunan proyek-proyek kegiatan-kegiatan pasal 17a yang kemungkinan akan menimbulkan dampak besar dari penting terhadap lingkungan hidup.
Dalam PP No.27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang di akibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya pada pasal 5 PP tersebut dinyatakan bahwa kriteria dari dampak besar dan periting dari suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan antara lain:
1.    Jumlah manusia yang akan terkena dampak.
2.    Luas wilayah persebaran dampak.
3.    Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
4.    Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak.
5.    Sifat kumulatif dampak.
6.    Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (ireversible).
Dasar hukum dan prosedur pelaksanaan AMDAL diatur dalam PP No.27 tahun 1999 beserta beberapa KEPMEN yang terkait dan dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup. AMDAL dibuat sebelum kegiatan berjalan atau operasi proyek dilakukan. Karena itu AMDAL merupakan salah satu persyaratan keluarnya perizinan.